OH...
Entah sudah kali keberapa Gavi melihat pemandangan yang sama. Acel dengan seseorang yang terduga sebagai pacar lelaki itu, baru datang di jam yang tidak berselang lama dari dirinya datang. Sumpah Gavi benar-benar tidak peduli, tapi bagaimana bisa ia menulikan diri dari bisik-bisik yang berseliweran di kantor. Bagaimana pun akan sangat bosan kalau kita bekerja tanpa ada bumbu-bumbunya, dan gossip seperti ini adalah salah satu cara orang-orang melepas penat.
Seperti saat ini, entah Gavi yang memang cenderung apatis atau memang dia agak penasaran juga dengan bahan obrolan di kantor. Semua orang ternyata membicarakan Acel, Gavi pikir mungkin orang-orang ini tidak punya banyak pekerjaan deadline yang harus dikerjakan sampai punya waktu luang untuk bergossip. Tapi mau tak mau Gavi jadi mendengar juga apa yang mereka bicarakan.
”....katanya temen dari jaman kuliah sama Pak Acel si Boss itu,” perempuan yang berambut pendek, biasa mengurusi bagian pengeditan berkata. Gavi tidak tahu namanya siapa, tidak begitu peduli.
Hari ini ia punya jadwal survei lokasi agak siang dengan Acel, jadi punya waktu beberapa jam untuk mengecek hasil photoshoot nya beberapa hari yang lalu di kantor.
“Ohh, tapi deket banget ya mereka. Kaya pacaran gak sih menurut kalian?” yang berlipstick agak merah tebal menimpali, tangannya sedang sibuk dengan kaca kecil yang dia arahkan ke bagian mata. Memasang lensa kontak abu-abu.
Dalam hati Gavi bertanya-tanya sendiri bagaimana bisa dia sangat santai padahal ini sudah dua jam dari jam operasional kerja berlangsung, sedangkan mereka belum melakukan apa-apa.
“Cocok sih, Pak Acel tuh kan kaya manis dan baik banget. Terus liat Pak Calvin juga kayanya dari cara mandang Pak Acel beda banget. Gue suka liatin tuh kalau mereka makan di kantin bareng. Lo bayangin aja, pergi-pulang bareng, makan bareng, terus kaya Pak Calvin sikap nya lembut banget ke Pak Acel. Giliran ke kita galak nya minta ampun,” ini lain lagi, perempuan yang menggunakan rok kurang bahan yang baru saja kembali dari pantry ikut menambahkan.
Gavi menggeleng, dalam hati mengumpati diri sendiri yang mendengarkan obrolan tidak penting seperti itu. Tak lama Gavi mendengar suara Pak Sidik menyapa mereka, dan mereka berlarian ke meja kerja, pura-pura melakukan pekerjaannya.
Lagipula mengapa ruang editing ini harus bersebelahan dengan ruangan perempuan-perempuan itu sih.
“Loh ada Mas Gavi, kamu dicariin Acel lhoo tadi Mas, rupanya lagi edit disini,” itu Pak Sidik, baru saja menemukan Gavi saat memasuki ruangan editing.
“Dimana, Pak? Ini saya ada yang mau di edit sedikit,” jawab Gavi, tidak lupa menyapa sebentar sebagai sopan santun.
“Itu di ruangannya, katanya mau berangkat,”
Gavi yang mendengarnya buru-buru berpamitan, takut akan di makan hidup-hidup. Salahnya lupa menghidupkan mode suara pada ponselnya, hingga ia meringis saat melihat ada 15 missed calls dari Acel.
Mati gue.