jatuh


Jimin itu ceroboh. Seantero Fakultas Hukum sudah tau tentang hal itu. Mereka bahkan terbiasa jika tiba-tiba melihat Jimin berlarian dari ujung koridor gedung satu menuju gedung lainnya hanya untuk mengambil barangnya yang tertinggal di kelas sebelumnya.

Atau melihat Jimin yang dengan gigih merayu dosen menggunakan macam-macam alasan saat ia terlambat masuk kelas—untung Jimin itu pintar dan anak kesayangan. Yang paling sering, melihat Jimin yang terjatuh dengan telapak tangan dan lutut yang menghantam lantai terlebih dahulu—yang bahkan sudah tidak bisa dihitung dengan jari, seperti jatuh sudah menjadi hobinya. Hampir setiap hari.

Jimin bisa jatuh dengan berbagai macam sebab, pada berbagai macam kegiatan dan juga berbagai macam waktu.

Jimin pernah jatuh pada suatu waktu dirinya bermain handphone saat berjalan dan tak melihat jika ada lantai yang tingginya tidak sama rata dengan yang di pijaknya, menyebabkan kakinya terpeleset dan lututnya menghantam tanah dengan darah dan pasir yang menempel.

Pernah juga Jimin terjatuh karena tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya akibat tertawa. Faktor lainnya karena dia tidak bisa melihat saat sedang tertawa, matanya akan menghilang ditelan lengkungan seelok bulan sabit saat tawanya terbit.

Sejujurnya Jimin sangat membenci kebiasaan jatuhnya, sangat memalukan dan menyakitkan. Tapi kecerobohannya itu tak dapat dihindari dan diubah dengan mudah.

Lain Jimin lain pula dengan Jeongguk. Kalau Jimin membencinya, Jeongguk malah menyukai setiap kali teman sekelas dan satu kos nya itu terjatuh. Bukan berarti dia menyukai kesengsaraan Jimin. Tapi karena jatuh membuatnya selalu menjadi kotak obat dan tameng berjalan Jimin tanpa disadari.

Jeongguk adalah orang yang selalu disana ketika lutut Jimin terluka karena terjatuh ditangga. Menempelkan plaster bergambar yang selalu tersedia dalam tasnya, memang disiapkan untuk kebutuhan Jimin.

Jeongguk adalah orang pertama yang selalu memeluk pinggang nya saat Jimin tetawa renyah sampai matanya menghilang tertelan sabitnya. Menopang tubuh mungil yang akan bersandar di dadanya, merapatkan tubuh padanya seolah ia tak mampu berdiri tanpa sokongan darinya.

Jeongguk adalah orang yang akan mengusap air mata Jimin saat ada seseorang yang memarahinya karena kecerobohannya.

Orang yang selalu menemani hukuman Jimin jika terlambat masuk kelas, karena Jeongguk akan sengaja ikut terlambat juga.

Jimin itu ceroboh. Tapi dia tidak tau saja bahwa kecerobohannya itu membuat Jeongguk ingin selalu melindunginya, ingin selalu menjadi pengingatnya, ingin selalu menjadi penopang hidupnya.

Jimin yang terjatuh dengan bibir yang mencebik dan bergetar ingin menangis. Jimin yang terjatuh karena tawa bahagianya seelok sabit. Jimin yang terjatuh karena kebiasaan buruknya. Jimin yang sering terjatuh sampai-sampai ke dalam hatinya juga.

Pernah suatu waktu Jimin hampir terjatuh karena menginjak tali sepatunya sendiri saat berlarian dari tempat parkir menuju gedung kuliah, beruntung Jeongguk selalu mengekornya dan dengan sigap menarik lengan Jimin sampai hidung mungil cowok itu menabrak dada bidangnya.

Jimin memejamkan mata takut-takut, sudah siap kalau Jeongguk akan mengomelinya. Namun tidak terjadi omelan apa-apa, melainkan sosok Jeongguk yang kini sedang berjongkok di depannya, mengikat tali sepatunya dengan sangat telaten. Menepuk-nepuk pelan jeans yang dipakainya, mencoba menghilangkan debu yang menempel disana. Kemudian Jeongguk merapikan anak rambut yang menempel karena keringat di dahi Jimin. Dengan sabar, penuh kehati-hatian dan kasih sayang.

“Tali sepatu itu diikat, harus berapa kali diingetin, hm?”

Jimin mencebik, Jeongguk tersenyum kecil.

“Maaf,”

Jimin menunduk, terlalu malu dengan tatapan yang diberikan Jeongguk. Terlalu berdebar setiap kali Jeongguk memperlakukannya dengan sangat tulus dan hati-hati. Terlalu takut Jeongguk akan melihat wajahnya yang sudah memanas karena selalu saja tersipu dengan perlakuan dan kata-katanya yang begitu sabar.

Dan yang selanjutnya terjadi malah sampai membuat Jimin harus menahan nafasnya sendiri karena Jeongguk tiba-tiba merapatkan tubuhnya pada tubuh cowok itu, mengangkat dagunya hingga ia bisa melihat dengan jelas binar teduh dan menenangkan dari mata Jeongguk, kemudian Jeongguk berbisik dengan bibir yang sangat dekat dengan wajahnya,

“Besok-besok jatuhnya jangan ke lantai terus Ji, ke hati gue aja lebih aman,”

Menyebabkan wajah Jimin makin memanas dan uring-uringan sepanjang hari karena jantungnya menjadi semakin bertalu-talu setiap melihat Jeongguk setelah kalimat itu dilontarkan.

Jimin tidak suka jatuh.

Tapi tidak dengan jatuh yang melibatkan Jeongguk di dalamnya.

Bukan jatuh dengan luka, tapi jatuh dengan cinta sebagai pemanisnya.